Standing on my own shoulder

Hari ini, tepat tujuh hari setelah Desember datang menggeser posisi November di tahun 2021 ini. Yang artinya, liburan sudah semakin dekat. YEAYYY. Et, bentar, dijeda dulu girangnya. Lah? Ya sebenernya si liburan ga liburan mah sama aja di situasi pandemic kaya gini. Justru musim liburan gini aturan makin diperketat, restriction di mana-mana, larangan mudik, pulkam, penghapusan libur, cuti, and so on yang malah bikin parno padahal harusnya bisa refresh dulu bentar.

Tidak  jauh berbeda dengan kondisiku sekarang yang saat ini, Alhamdulillah, masih berjuang demi masa depan yang lebih cerah secerah kulit eonni-eonni kuriya, ihiy. Alias, lagi pusing-pusingnya berkutat dengan yang namanya SEMESTER 5. Yak, semester yang digembar-gemborkan menjadi nightmare bagi mahasiswa di jurusan mana pun. Hampir tiap liat temen yang ada di semester 5 bawaannya ikut stress, padahal mah ga ngapa-ngapain sayanya. Scrolling, baca tweetnya, nonton storynya, dengerin ceritanya, tapi ikutan lemes. Dulu mikirnya, dih, apasi, lebay amat mereka-mereka itu. Bukankah kuliyeah memang mumet sodara? Yang ga mumet mah mam baso aci sambil netplikan. Haha, mff, bercanda. Saia kena karmanya gara-gara udah mikir demikian.

Semester 5 pada awalnya saya sambut dengan penuh sukacita dan tentu saja diiringi dengan rasa cemas yang menghantui tak henti-henti, meski sudah berdoa agar ditenangkan dan berusaha tidak begitu mikiri. Dulu, semester 1-4 perkuliahan di jurusan PBI, rasanya biasa saja menjadi mahasiswa. Ya stress tiap ada tugas tentu saja gamungkin engga, saya bukan maudy ayunda, saya maunya maudy check-out in syopi. WKWKK apasich. Tapi semester 1-4 adalah masa-masa yang cukup menenangkan selama jadi mahasiswa. Tugas, materi belum begitu kompleks. Teman, kisah asmara, dan lain-lain masih belum terlalu bikin migraine dan maag kambuh. Semester 5 adalah gerbang keniscayaan bahwa berkuliah adalah kamu harus menerima bahwa meskipun kuliah keliatannya ngunu –ngunu tok, tapi ternyata effort yang dihabiskan untuk itu benar-benar harus jungkir balik.

Masalah yang paling primer di semester ini, bagiku, ialah, waktu, dan ketenangan.

Kuliah sambil kerja adalah pilihanku di semester ini. Meski kerjanya ga kantoran yang terikat waktu, kerja sebagai guru privat nyatanya membutuhkan focus dan waktu yang ngga sedikit. Harus pintar-pintar manage waktu untuk belajar materi kuliiah, belajar materi buat ngajar, doing homechores, dan hangout sama temen-temen. Tentu saja poin terakhir sering banget aku cut off demi bisa focus kerja/kuliah. Antara ga ada waktu dan duitnya emang mepet, keduanya memang alasan yang ngga aku buat-buat, jadi, ya, terserah penerimaan teman-temanku saja. Gak mau ambil pusing, haha.

Kuliah, kerja, dikejar deadline, dan ikut beberapa project dari kampus, rasa-rasanya ada beberapa hari di mana aku ingin membelah diri atau ingin menciut saja. Membelah diri, ketika aku sedang hype untuk menyelesaikan task yang ada, tapi waktu ga bisa berkompromi untuk menyelesaikan semuanya. Harus ada yang dikorbankan. Menciut, ketika banyak sekali tanggung jawab yang menuntut diselesaikan, tapi inginku hanya diam saja, ga kemana-mana, ga ngapa-ngapain. Just sitting in my desk, reading book accompanied by hot chocolate. Uh, uda deh, ga bakal nolak.

However, still giving myself a medal for surviving through this term. Meski akibatnya adalah akumulasi jerawat yang tak terbendung, nafsu makan yang jadi ngga jelas, stress dan cranky ga tau tempat, still, I appreciate myself for doing all stuff well. setidaknya. Meski ga mungkin sempurna.

Semester ini udah mau selesai, dosen-dosen juga satu-satu mulai ngasih tugas penutup dan ada juga yang baik hati dengan ga ngasih sama sekali. Panjang umur pak, bu. Dah. Demikian penutup sebelum menyambut UAS 2 minggu lagi. Hope I'll be sane in the next semester. 

Au revoir. 

Comments